10 Golongan yang tidak di terima sholatnya

10 Golongan yang Mengerjakan Shalat tetapi Tidak diterima Shalatnya
Rasullullah s.a.w : “Sesiapa yang memelihara sholatnya, maka sholat itu sebagai cahaya petunjuk dan jalan selamat baginya. Dan barangsiapa yang tidak memelihara sholatnya, maka sesungguhnya sholat itu tiada bercahaya dan tiada pula menjadi petunjuk dan jalan selamat baginya.” “10 golongan yang sholatnya tidak diterima oleh Allah :

1. Orang lelaki yang sholat sendirian tanpa membaca sesuatu.

Penjelasan Empat Belas Rukun Shalat

Berdiri tegak pada shalat fardhu bagi yang mampu,
Dalilnya firman Allah ‘azza wa jalla, “Jagalah shalat-shalat dan shalat wustha (shalat ‘Ashar), serta berdirilah untuk Allah ‘azza wa jalla dengan khusyu’.” (Al-Baqarah:238)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalatlah dengan berdiri…” (HR. Al-Bukhary)
Takbiiratul-ihraam, yaitu ucapan: ‘Allahu Akbar’, tidak boleh dengan ucapan lain

Dalilnya hadits, “Pembukaan (dimulainya) shalat dengan takbir dan penutupnya dengan salam.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Al-Hakim)
Juga hadits tentang orang yang salah shalatnya, “Jika kamu telah berdiri untuk shalat maka bertakbirlah.” (Idem)

Membaca Al-Fatihah

Membaca Al-Fatihah adalah rukun pada tiap raka’at, sebagaimana dalam hadits
“Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah.” (Muttafaqun ‘Alaih)

Ruku’

  • I’tidal (Berdiri tegak) setelah ruku’
  • Sujud dengan tujuh anggota tubuh
  • Bangkit darinya
  • Duduk di antara dua sujud

Dalil dari rukun-rukun ini adalah firman Allah ‘azza wa jalla, “Wahai orang-orang yang beriman ruku’lah dan sujudlah.” (Al-Hajj:77)
Sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Saya telah diperintahkan untuk sujud dengan tujuh sendi.” (Muttafaqun ‘alaih)
Thuma’ninah dalam semua amalan

  • Tertib antara tiap rukun
  1. Orang lelaki yang mengerjakan sholat tetapi tidak mengeluarkan zakat.

    ANCAMAN BAGI ORANG YANG MENINGGALKAN KEWAJIBAN ZAKAT:Di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, Allah telah memberikan ancaman yang sangat keras terhadap orang yang meninggalkan kewajiban zakat dengan beraneka ragam siksaan, di antaranya:1.Pada hari Kiamat Allah akan mengalungkan harta yang tidak dikeluarkanzakatnya di leher pemiliknya.
    Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
    “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil (kikir) dengan harta yang Alloh berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkandi lehernya kelak pada hari kiamat. Dan kepunyaan Alloh-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Alloh mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Ali ‘Imran: 180).Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang dalam tafsir ayat ini: Yakni, janganlah sekali-kali orang yang bakhil menyangka, bahwa dia mengumpulkan harta itu akan bermanfaat baginya. Bahkan hal itu akan membahayakannya dalam (urusan) agamanya, dan kemungkinan juga dalam (urusan) dunianya. Kemudian Allah memberitakan tentang tempat kembali hartanya pada hari kiamat, Dia berfirman,“Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di leher mereka, kelak pada hari kiamat.” [Tafsir Ibnu Katsir, surat Ali Imran ayat 180]2. Harta yang tidak dikeluarkan Zakatnya akan dirubah oleh Allah menjadi
    seekor ular jantan yang beracun lalu menggigit atau memakan pemiliknya.
    Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:

    “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa diberi harta oleh Allah, lalu dia tidak menunaikan (kewajiban) zakatnya, pada hari kiamat hartanya dijadikan untuknya menjadi seekor ular jantan aqra’ (yang kulit kepalanya rontok karena dikepalanya terkumpul banyak racun), yang berbusa dua sudut mulutnya. Ular itu dikalungkan (di lehernya) pada hari kiamat. Ular itu memegang (atau menggigit tangan pemilik harta yang tidak berzakat tersebut) dengan kedua sudut mulutnya, lalu ular itu berkata,’Saya adalah hartamu, saya adalah simpananmu’. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca (firman Allah ta’ala,QS. Ali Imran: 180): ’Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil menyangka…dst’.” (HR Bukhari II/508 no. 1338)

    Di dalam riwayat lain, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
    “Tidaklah pemilik harta simpanan yang tidak melakukan haknya padanya (maksudnya tidak mengeluarkan zakatnya, pent), kecuali harta simpanannya akan datang pada hari kiamat sebagai seekor ular jantan aqra’ yang akan mengikutinya dengan membuka mulutnya. Jika ular itu mendatanginya, pemilik harta simpanan itu lari darinya. Lalu ular itu memanggilnya,“Ambillah harta simpananmu yang telah engkau sembunyikan! Aku tidak membutuhkannya.”
    Maka ketika pemilik harta itu melihat, bahwa dia tidak dapat menghindar darinya, dia memasukkan tangannya ke dalam mulut ular tersebut. Maka ular itu memakannya sebagaimanabinatang jantan memakan makanannya.” (HR Muslim II/684 no. 988)

    3. Tubuh orang yang tidak mengeluarkan zakat akan dibakar (dipanggang) di dalam neraka Jahannam dengan hartanya sendiri yang telah dipanaskan.
    Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
    “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, 35. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At-Taubah: 34-35)

    4. Pemerintah muslim berhak mengambil secara paksa zakat dan juga separuh harta milik orang yang enggan membayar kewajibannya tersebut sebagai hukuman atas perbuatan maksiatnya itu.

    5. Dihukumi sebagai orang kafir (murtad) jika ia enggan membayar Zakarkarena mengingkari kewajibannya.
    Hal ini dikarenakan ia telah mendustakan Allah dan rasul-Nya. Dan berlaku padanya hukum orang murtad, seperti halal darahnya, batal akad pernikahannya, tidak berhak mendapat jatah warisan dan tidak pula mewariskan. Jika ia meninggal dunia dalam keadaan belum bertaubat maka jenazahnya tidak dimandikan, tidak disholatkan, dan tidak boleh dikubur di pekuburan kaum muslimin.

    3. Orang Lelaki yang Minum Arak Tanpa Meninggalkannya (Taubat)

     “ Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al Maidah :90)
    Dalam sunnahnya Nabi Shallallahu’alaihi wasallam mengabarkan tentang ancaman bagi peminum arak, sebagaimana yang diriwayatkan Jabir Radhiallahu’anhu dalam sebuah hadits marfu’: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala memiliki janji untuk orang-orang yang meminum minuman keras, akan memberinya minum dari Thinatul khabal” mereka bertanya : “ wahai Rasulullah, apakah Thinatil khabal itu ? beliau menjawab : keringat ahli neraka atau cairan kotor (yang keluar dari tubuh) penghuni neraka (HR Muslim : 3/1587).

    Dalam hadits marfu’ Ibnu Abbas meriwayatkan :
    “Barang siapa meninggal sebagai peminum arak, maka ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan seperti penyembah berhala” (HR Ath Thabrani, 12/45, Shahihul Jami’ : 6525)

    Saat ini jenis minuman keras dan arak sangat beragam. Nama-namanya juga sangat banyak baik dengan nama lokal maupun asing. Di antaranya, bir, wiski, alkohol, vodka, sampanye, arak, dan sebagainya.
    Di zaman ini pula, telah muncul golongan manusia sebagaimana disebutkan Nabi Shallallahu’alaihi wasallam dalam sabdanya :“Sungguh akan ada dari umatku yang meminum arak, (tetapi) mereka menamakannya dengan nama yang lain” (HR Ahmad, 5/342, Shahihul Jami’ : 5453).
    Mereka tidak menamakannya arak, tetapi menamakannya dengan nama lain, untuk menipu dan memperdaya orang. “ Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, Padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. “ (QS Al Baqoroh : 9)

    4. Orang lelaki yang menjadi imam padahal orang yang menjadi makmum 
    membencinya.

    Berikut ini beberapa orang yang tidak berhak menjadi imam shalat.

    1. Imam yang Tidak Disukai Kebanyakan Jamaah Shalat

    Paling tidak hukumnya adalah makruh, berdasarkan hadits Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Ada tiga jenis orang yang shalatnya hanya sampai ke batas telinganya saja: Hamba sahaya (yang minggat) hingga ia pulang. Wanita yang tidur sementara suaminya dalam keadaan marah kepadanya. Imam shalat yang dibenci oleh jamaahnya.” [1]

    Dari Amru bin Al-Harits bin Al-Mushthaliq diriwayatkan bahwa ia menceritakan: “Ada diriwayatkan bahwa orang yang berat siksanya di hari Kiamat nanti ada dua: wanita yang membangkang terhadap suaminya dan imam yang dibenci oleh jamaahnya.” [2]

    At-Tirmidzi rahimahullahu menandaskan: “Sebagian ulama menganggap makruh seseorang menjadi imam bila jamaahnya tidak menyukainya. Kalau imamnya sendiri tidak berbuat zhalim, dosanya ditanggung oleh orang yang membencinya.” Ahmad dan Ishaq menegaskan: “Bila yang membencinya hanya satu, dua atau tiga orang saja, boleh saja ia tetap menjadi imam. Kecuali bila yang membencinya adalah mayoritas jamaah shalat.” [3]

    Imam Asy-Syaukani menyatakan: “Sebagian ulama berpendapat bahwa hukumnya (imam yang tidak disukai jamaahnya) adalah haram, sementara sebagian ulama lain menyatakan makruh. Namun sebagian ulama membatasi bila ketidaksukaan itu adalah dalam persoalan agama, berdasarkan alasan yang disyariatkan. Adapun ketidaksukaan yang bukan karena faktor agama tidaklah dijadikan ukuran. Demikian juga mereka membatasi bahwa ketidaksukaan satu orang, dua atau tiga orang, tidak bisa dijadikan ukuran kalau jumlah makmumnya banyak. Namun kalau jumlah makmumnya memang hanya dua atau tiga orang saja, maka ketidaksukaan mereka sama dengan ketidaksukaan mayoritas jamaah sehingga bisa dijadikan ukuran. Akan tetapi yang dijadikan ukuran tetap ketidaksukaan dalam hal agama saja.” [4]

    At-Tirmidzi rahimahullahu menyatakan: Hannad berkata: Ibnu Jarir berkata: Al-Manshur menceritakan: Kami pernah bertanya tentang imam dalam hadits itu. Jawabannya: bahwa yang dimaksud dalam hadits itu adalah para imam yang zhalim. Adapun orang yang menjadi imam dengan menegakkan sunnahnya dosa membencinya ditanggung oleh orang yang membencinya tersebut.” [5]

    Syaikh kami Imam Ibnul Baz rahimahullahu menyatakan: “Para ulama rahimahumullahu menjelaskan bahwa ketidaksukaan para makmum dalam hadits itu perlu dirinci: Yang dimaksud oleh Nabi dengan ketidaksukaan para makmum itu adalah pada tempatnya yang dibenarkan. Tetapi kalau mereka tidak menyukainya karena ia menjalankan sunnah, atau karena ia melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, tidak ada tempat bagi mereka untuk membencinya.Kesimpulan ini diambil dari berbagai dalil syar’i. Sementara kalau mereka tidak menyukainya karena kedengkian di antara mereka, atau karena si imam fasik, memberatkan mereka, atau tidak memperhatikan shalat atau tidak rutin melaksanakan shalat jamaah, maka tidak layak ia menjadi imam mereka, karena itu termasuk dalam ancaman yang tersebut dalam hadits-hadits yang ada.” [6]

    2. Imam yang Berkunjung

    Ia dilarang menjadi imam, kecuali dengan izin para makmumnya berdasarkan hadits Malik bin Al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia menceritakan: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Barangsiapa yang datang berkunjung ke satu tempat, janganlah ia mengimami mereka. Hendaknya yang menjadi imam adalah salah seorang di antara mereka
    saja.”

    Imam at-Tirmidzi rahimahullahu menyatakan: “Pendapat ini diamalkan oleh para ulama dari kalangan para sahabat Nabi dan yang lainnya. Mereka menyatakan: “Pemilik rumah atau tempat tinggal lebih berhak menjadi imam daripada tamunya.” At-Tirmidzi melanjutkan: “Sebagian ulama berpendapat: Kalau diizinkan, boleh saja tamu menjadi imam.” [7] Sementara Abul Barakat Ibnu
    Taimiyah menegaskan: “Sebagian besar ulama berpendapat boleh saja seorang tamu menjadi imam bila diizinkan oleh pemilik tempat tinggal.” [8] Dasarnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam riwayat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu: “…kecuali bila diizinkan oleh para makmum…” [9]

    Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bahwa beliau bersabda: “Tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir untuk shalat dalam keadaan menahan buang air, sehingga keinginan buang airnya mereda.”
    Dalam riwayat lain disebutkan:
    “Dan tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir untuk mengimami sekelompok orang tanpa izin mereka. Dan janganlah ia mengkhususkan doa untuk dirinya sendiri tanpa melibatkan orang lain…. [10]
    Kalau ia melakukan hal itu juga berarti ia telah berkhianat kepada mereka.” [11]

    Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu berkata: “Arti yang tersebut dalam hadits: “..kecuali dengan izin mereka,” menunjukkan diperbolehkannya seorang tamu menjadi imam bila diizinkan pemilik tempat yang dikunjungi.
    Al-Iraqi menegaskan: Namun syaratnya bahwa orang yang dikunjungi memang layak menjadi imam. Tetapi kalau tidak, misalnya ia seorang wanita dalam kasus tamunya laki-laki. Atau tuan rumahnya buta aksara, sementara tamunya pandai membaca Al-Qur’an. Dalam kedua kasus tersebut, tuan rumah memang tidak berhak menjadi imam.” [12]
    Kami juga pernah mendengar Syaikh Imam Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu menegaskan: “Dalam hadits Abu Mas’ud disebutkan pada akhirnya: “Janganlah seseorang mengimami orang lain dalam wilayah kekuasaannya, dan janganlah ia duduk di rumah orang lain itu di tempat duduk khususnya (kehormatannya) tanpa seizinnya.”
    Hadits tersebut menunjukkan bahwa orang yang berkunjung ke sekelompok orang, tidak boleh mengimami mereka dalam shalat, sebagaimana dalam hadits Malik bin Al-Huwairits, meskipun sanadnya mengandung kelemahan, karena hadits Abu Mas’ud ini shahih. Tamu tidak berhak menjadi imam kecuali dengan izin tuan runah (para makmumnya), di masjid atau di rumah mereka. Bila datang waktu shalat, maka yang berhak menjadi imam adalah tuan rumah. Kalau dilakukan di masjid, maka orang yang diangkat adalah yang imam rutin. Tidak boleh dilangkahi oleh siapapun, meskipun tamu yang datang lebih alim dan lebih tua usianya, kecuali kalau tuan rumah mengizinkan dan mengajukannya sebagai imam. Bila demikian, maka boleh-boleh saja. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Kecuali dengan izinnya…”
    Adapun hadits: “Barangsiapa yang mengunjungi sekelompok orang,” kalaupun memang shahih, maka ditafsirkan bila itu dilakukan tanpa izin tuan rumah.

    Hadits tersebut didukung oleh berbagai hadits lain. Sebagian orang terkadang memberikan izin karena malu atau segan. Oleh sebab itu, hendaknya si tamu tidak terburu-buru maju menjadi imam, sampai tuan rumah betul-betul mendesaknya atau bahkan memaksanya.” [13]

    3. Orang yang Mengimami Jamaah Sebelum Datang Imam Rutinnya

    Hukumnya tidak boleh, kecuali bila imam rutinnya terlambat datang dari waktu yang ditentukan, atau dengan izinnya. Dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:
    “Janganlah seseorang mengimami orang lain dalam wilayah kekuasaannya…” [14]
    Maka tidak dibolehkan seseorang mengimami jamaah masjid yang memiliki imam rutin kecuali dengan izin si imam, misalnya dengan mengatakan: “Imamilah jamaah masjid ini.” Atau dengan mengatakan kepada jamaah: “Kalau saya terlambat dari waktu yang ditentukan, silakan shalat terlebih dahulu.”

    Kalau imam betul-betul terlambat sekali, boleh saja jamaah mengajukan orang lain sebagai imam berdasarkan perbuatan yang dilakukan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu [15] dan Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam tidak hadir. Maka beliau bersabda: “Sungguh bagus apa yang kalian lakukan..” [16]

    Adapun bila seseorang mengimami jamaah sebelum datang imamnya tanpa izin imam dan kondisi imam tidak berhalangan, ada yang berpendapat bahwa shalatnya tidak sah sehingga harus diulang bersama imam yang sesungguhnya. Ada juga yang berpendapat bahwa hukumnya sah tetapi berdosa, dan inilah pendapat yang benar. Karena asal dari shalat jamaah itu sah, kecuali bila ada
    dalil yang menegaskan kebatalannya. [17]
    5. Anak lelaki yang melarikan diri dari rumah tanpa izin kedua ibu dan bapaknya 
    / Hamba yang lari daripada tuannya

    6. Orang perempuan yang suaminya marah/menegur kepadanya lalu si isteri 
    memberontak / Isteri yang mendurhaka pada suami

    Adapun perilaku durhaka istri terhadap suami adalah sebagai berikut :

    1. Mengabaikan Wewenang Suami.
    Di dalam rumah tangga, istri adalah orang yang berada di bawah perintah suami. Istri bertugas melaksanakan perintah-perintah suami yang berlaku dalam rumah tangganya. Rasulullah menggambarkan seandainya seorang suami memerintahkan suatu pekerjaan berupa memindahkan bukit merah ke bukit putih atau sebaliknya, maka tiada pilihan bagi istrinya selain melaksanakan perintah suaminya.

    2. Menentang Perintah Suami.
    Di dalam rumah tangga, perintah yang harus dilaksanakan istri adalah perintah suami. Begitu juga larangan yang harus dilaksanakan istri adalah larangan suaminya.

    Sabda Rasulullah : ” Tidaklah seorang perempuan menunaikan hak Tuhannya sehingga ia menunaikan hak suaminya”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

    Hadits tersebut tidak serta merta menempatkan kedudukan suami sederaja dengan Tuhan, tetapi hanya menerangkan bahwa jika hak suami untuk ditaati isstrinya yang sesuai dengan ketentuan Allah itu dilanggar oleh istrinya, ini berarti sama dengan istri melanggar perintah Allah SWT.

    3. Enggan Memenuhi Kebutuhan Seksual Suami.
    Perkawinan diatur oleh syari’at Islam untuk memberikan jalan yang halal bagi suami dan istri untuk melakukan hubungan seksual atau penyaluran dorongan biologis. Dengan demikian manusia dapat melakukan regenerasi keturunan dengan cara yang diridlai Allah SWT.
    Karena itu, Islam menegaskan bahwasanya istri yang menolak ajakan suaminya berarti membuka pintu laknat terhadap dirinya.

    4. Tidak Mau menemani Suami Tidur.
    Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda : ” … Bila seorang istri semalaman tidur terpisah dari ranjang suaminya, maka malaikat melaknatnya sampai Shubuh.”
    Bila istri ingin tidur sendiri, sedang suaminya berada di rumah pada malam harinya, maka ia harus meminta ijin terlebih dahulu pada suaminya.

    5. Memberatkan Beban Belanja Suami.
    Allah SWT telah menegaskan bahwa setiap suami bertanggung jawab memberi nafkah istrinya sesuai dengan kemampuan. Istri yang menyadari bahwa suaminya miskin tidak dibenarkan menuntut belanja dari suaminya hanya mempertimbangkan kebutuhannya sendiri sehingga memberatkan suaminya.

    7. Imam atau pemimpin yang sombong dan zalim serta menganiaya.

    8. Perempuan yang mengerjakan sholat namun tiada ia menutup kepalanya 
    dengan tudung/ Orang perempuan yang tidak menutup aurat.

    9. Orang yang suka makan riba.

    10. Orang yang sholatnya tidak dapat menahannya dari melakukan perbuatan 
    yang keji dan mungkar.

    Sabda Rasulullah saw yang bermaksud: “Barang siapa yang sholatnya tidak dapat menahan daripada melakukan perbuatan keji dan mungkar, maka sesungguhnya sholatnya itu hanya menambahkan kemungkaran Allah SWT dan jauh dari Allah SWT.”
    Belajar Diam, Sebuah Nasehat dan Muhasabah Diri

    Wallohu A’lam,,,